Minggu, 24 April 2011

Tradisi Perlawanan yang Jadi Trend

Komunitas Balikpapan Lowrider

NYETRIK PLUS SEKSI: Beby, salah satu anggota lowder tampak makin anggun di atas sepeda cepernya.
Mereka selalu memesona. Tampil nyentrik memecah perhatian di keramaian. Bentuknya yang unik membuat sepeda lowrider, sepeda ceper, banyak disukai dan ngetrend. Tak banyak yang tahu kehadirannya berawal dari tradisi perlawanan.
RINAI enggan beranjak sejak pagi sekali, membasuh jalan dan debu di sekitar kawasan Lapangan Merdeka, Minggu (24/4) kemarin. Waktu menunjukkan sekitar pukul 06.40. Tampak beberapa peserta senam memulai aktivitasnya, meski masih rintik hujan. Selang beberapa menit, aktivitas senam pun kalangkabut diterjang hujan yang kian membesar. Kawasan Car Free Day yang biasanya ramai kini lebih leluasa. Para bikers yang tergabung dalam komunitas Balikpapan Lowrider (Blower) yang biasa bersafari di tengah keramaian, tak menampakkan batang hidungnya. “Iya habisnya deras betul,” kata Fauzan Zulfikar, wakil ketua Balikpapan Lowrider memberi kabar via telepon cellular.
Biasanya setiap Minggu pagi dan sore hari, komunitas ini selalu berkumpul di kawasan Lapangan Merdeka. Yang membedakan dengan sepeda lain, dilihat dari keunikan desain atau frame sepeda. Ada beberapa jenis; Fire Bike yang didesain bentuknya menyerupai bentuk api, ada juga Klasik, Limo, Cruiser, Bazman dan Chopper. Bentuk lain ada Track yang memiliki ban belakang dua, Style Latin, Supermen Is Dead—mengadopsi gaya grup band Punk Rock asal Bali yang menjadi icon komunitas Blower. Dari jenis-jenis sepeda lowrider, rata-rata bentuknya menyerupai desain motor atau mobil, misalnya saja jenis Chopper didesain mirip motor Chopper atau Limo yang framenya panjang layaknya Limosin. “Semua jenis ini ada di Balikpapan,” jelas Fauzan.
Sepeda lowrider mulai masuk Balikpapan sekitar empat tahun silam. Pemilik pertama bernama Didi, warga Gunung Sari. Sepeda ceper milik Didi kemudian dipajang di distro miliknya yang berada di kawasan tersebut. Namun berdirinya komunitas Blower diprakarsai Dwi (Pentol), warga Pasar Baru, yang juga memiliki hobi modifikasi motor. Kini Blower dipimpin Evince Dino Erlangga (Bengge) dan beranggotakan sekitar 40 orang. “Kita semuanya berteman,” kata Bengge, ditemui terpisah.
Menurut Bengge, kepuasan yang didapat dari sepeda lowrider salah satunya bisa menjadi pusat perhatian banyak orang. “Lihat saja, Mas, setiap kita lewat semua mata tertuju ke kita,” selorohnya.
Namun sayangnya pergerakan lowrider di Balikpapan sangat terbatas, topografi di Balikpapan yang berbukit-bukit sangat tidak mendukung para Blower. Nanjak sedikit saja, kata Bengge sudah sangat terasa, karena lowrider lebih berat dari sepeda lainnya. Menurutnya, sepeda ceper memang didesain tidak untuk trip, apalagiblusukan off road, namun lebih kepada desainnya yang anggun. “Perjalanan terjauh kita hanya sampai ke Teritip, kebetulan dari sini (Jl Jenderal Sudirman, Red.) jalannya relatif datar”.    
Sepeda lowrider pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh The “custom” King George Barris, sebelum menemukan sepeda lowrider, Geroge Barris adalah tukang menceperkan mobil. Memang saat itu virus mobil lowrider sedang mewabah di kalangan anak muda di Amerika. Tetapi trend itu hanya bisa dirasakan oleh anak muda dari keluarga kaya saja, karena untuk membuat mobil lowrider membutuhkan uang yang tidak sedikit. Sementara anak kalangan bawah hanya bisa melongo.
Melihat situasi seperti itu si King mendapatkan ide, mencoba membuat sepeda lowrider dimulai pada sepeda miliknya. Dari situ mulailah banyak anak dari kalangan kurang mampu ikut berkreasi membuat sepeda lowrider. “Ini sebetulnya bentuk perlawanan orang-orang yang kurang mampu. Tapi sekarang sudah jadi trend dan penghobinya datang dari semua kalangan,” imbuh Fauzan.
Untuk mendapatkan sepeda lowrider itu bisa pesan jadi atau merakit sendiri. Biasanya ongkos merakit sendiri bisa lebih besar karena disesuaikan dengan keinginan pembeli. “Paling murah Rp 1,8 juta sudah bisa dapat yang jenis klasik. Tapi ada juga yang hingga Rp 4 juta seperti jenis Fire Bike.

http://www.kaltimpost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar